Jangan Terjebak dengan Perbuatan Syirik Kecil

JANGAN TERJEBAK DENGAN PERBUATAN SYIRIK KECIL

3 tahun 6 bulan 3 minggu 4 hari 16 jam 58 menit yang lalu 05 Sep 2020 Artikel3135
Ket Gambar :

Dr. H. Ali Murthado, M.Hum

(Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Kota Medan)

Kalau kita bertanya kepada seseorang, “Apa yang membuat seseorang dikatakan kafir?” Maka orang tersebut pasti akan berkata, “Jika kita melakukan perbuatan syirik.”

Apa itu perbuatan syirik?  Secara etimologi, syirik berarti persekutuan yang terdiri dari dua atau lebih yang disebut sekutu. Sedangkan secara terminologi, syirik berarti menjadikan bagi Allah tandingan atau sekutu. Definisi ini bermuara dari hadis Nabi tentang dosa terbesar, 

…Engkau menjadikan sekutu bagi Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu.” (HR. Bukhari: 7520, dan Muslim: 86)

Sebagian ulama membagi makna syirik menjadi makna umum dan makna khusus. Bermakna umum, jika menyekutukan Allah di dalam peribadahan hamba kepada-Nya (uluhiyyah), menyekutukan-Nya di dalam perbuatan-Nya (rububiyyah), nama-Nya, dan sifat-Nya (al-asma’ wa ash-shifat).

Akan tetapi, jika disebutkan secara mutlak, syirik berarti memalingkan suatu ibadah kepada selain Allah. Dan inilah makna syirik secara khusus. Karena itulah, syirik merupakan dosa yang paling besar dan tidak akan terampuni jika mereka tidak bertaubat. Syirik juga dapat dibagi menjadi dua macam: Syirk al-Akbar (syirik besar), dan Syirk al-Ashgar (Syirik kecil).

Syirik besar dalam kitab Nur at-Tauhid wa Dzulumat asy-Syirk karya Syekh Sa’id bin ‘Ali al-Qahthani dijelaskan bahwa syirik tersebut dapat menghapus segala amal yang kita perbuat dan dicap telah keluar dari Islam, sementara syirik kecil tidak sampai keluar dari Islam, tapi mengurangi keimanan seseorang.

Sebagai muslim kita harus menjauhi keduanya, baik syirik besar ataupun kecil. Rasulullah SAWT bersabda dalam hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah:  “Rasulullah  SAW bersabda; -yaitu Allah ‘azza wajalla berfirman-: ‘Aku adalah sebaik-baik sekutu, siapa saja yang beramal untuk diri-Ku dengan menyekutukan-Ku dengan selain Aku, maka Aku berlepas diri dari padanya.’” (HR: Ahmad)

Syirik besar mungkin sudah sangat jelas dan kebanyakan kita paham tentang hal itu. Tapi yang sering kita lalai dan terjebak adalah syirik kecil. Tanpa sadar siapapun bisa melakukan hal ini. Ulama membagi syirik kecil menjadi dua bagian: syirik kecil dzahir (jelas) dan khafi (samar). Syirik kecil dzahir ditampakkan dalam dalam bentuk ucapan dan perbuatan, sementara yang samar tidak terlihat langsung, tapi terbesit dalam hati, seperti riya’ dan sum’ah.

Maka yang harus kita wanti-wanti adalah syirik kecil, baik yang zhair maupun khafi karena ia bisa menjelma menjadi syirik yang besar. 

Dalam suatu hadis  dari Amr Maula Mutallib dari Ashim dan Muhammad Labied, Nabi Saw bersabda, “Syirik kecil adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya bagi kalian. Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah syirik kecil itu?” Rasul menjawab, “Riya.” “Besok di hari kiamat, Allah menyuruh mereka mencari pahala amalnya, kepada siapa tujuan amal mereka itu.” (Allah berfirman): Carilah manusia di mana kamu hidup di dunia, yang kamu beramal tujuannya hanya untuk dipuji atau disanjung oleh mereka, mintalah pahala kepada mereka itu.”  (HR Ahmad)

Al Faqih Abu Laits Samarqandi dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin menegaskan : Mereka yang melakukan amalan bukan ikhlas karena Allah maka mereka akan diperlakukan kasar oleh Allah, karena amal mereka di dunia hanyalah tipuan belaka.

Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS An-Nisa’: 142)

Riya itu penyakit hati, yang harus kita hilangkan. Jangan sampai ia bersemayam di dalam diri kita. Bila itu terjadi, maka yang muncul bukan nilai ikhlas, tetapi tujuan dari amalan yang kita lakukan adalah ingin mendapat pujian dan sanjungan manusia.

Akan sia-sialah amalah yang selama ini kita lakukan jika riya sudah bersemayam di dalam hati ini. Bayangkan, jika salat kita selama ini bukan untuk Allah, tetapi agar dianggap orang yang bertakwa. Lalu kita rajin berinfak, bersedekah dan berbagi kepada sesama tetapi tujuannya bukan lillahi ta’ala namun ada keinginan untuk mendapat gelar dermawan maka semuanya itu tidak akan menjadi amalan baik tetapi masuk ke dalam amalan buruk kita karena sama dengan melakukan perbuatan syirik kecil.

Harusnya kalimat: Kul Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil alamin . (QS Al An’am: 162) katakanlah: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.

Kalimat ini setiap hari kita ucapkan karena kalimat ini termasuk bagian dari doa iftitah yang kita baca saat kita salat. Tetapi banyak di antara kita yang lupa mengamalkannya, sehingga setiap ibadah dan perbuatan yang ia lakukan bukan ia peruntukkan atau ikhlaskan kepada Allah tetapi mengharapkan pujian dan sanjungan dari makhluk-makhluk Allah. Na’uzubillahi min zalik.

Oleh karena itu, lakukan semua itu dengan ikhlas, ikhlas karena Allah. Bukan karena ingin mengharapkan sesuatu dari manusia. Dan kalaupun kita sudah melakukan dengan ikhlas lalu mendapat pujian dari manusia, jangan jadikan pujian tersebut membuat kita riya, tetapi sadarlah bahwa hal itu merupakan ujian, apakah kita bisa istiqomah untuk tetap ikhlas atau akhirnya ‘terjatuh’ karena pujian tersebut. Karena itu, jangan sampai kita terjebak dengan perbuatan syirik, baik syirik yang kecil apalagi yang besar.