Melawan Dengan Cerdas (Palestina Sayang, Palestina Malang)

MELAWAN DENGAN CERDAS (PALESTINA SAYANG, PALESTINA MALANG)

3 tahun 5 bulan 1 hari 14 jam 14 menit yang lalu 21 Mei 2021 Artikel396

Siapa yang tidak sedih tatkala pelestina dicaplok, kebebasannya ternoda, harga dirinya diinjak-injak, dan martabatnya dilecehkan. Mesjid sebagai simbol Islam dan kiblat pertama umat Muslim disabotase.

Wajar, jika Muslim di seluruh dunia protes dan bereaksi untuk membela saudaranya yang selama puluhan tahun dirundung masalah ini.

Demonstrasi terjadi di mana-mana, dan di hampir semua negara yang sadar bahwa penjajahan adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dienyahkan dari muka bumi. 

Tidak terkecuali Indonesia, secara resmi pemerintah telah mengeluarkan sikap penolakannya atas klaim sepihak Amerika dan Israel bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel, dan diikuti oleh tumpah ruah umat Islam dalam berbagai aksi solidaritas mulai dari pusat sampai daerah. Semboyan dan tuntutannya sama, yaitu tolak agitasi, klaim dan tingkah polah penjajah Israel, dengan Amerika di belakangnya.

Aksi terbaru dilakukan oleh Perdana Menteri Malaysia yang memboikot para atlet Israel masuk negaranya menghadiri pekan olimpiade. 

Aksi penggalangan dana dan seruan boikot terhadap produk Amerika dan Israel pun bergema di seantero negeri dan dunia, dan diharapkan dapat menekan kepongahan kedua negara itu dengan menurunnya omset pendapatan. Ujungnya melemahnya kemampuan lobi, diplomasi, politik dan kemampuan perangnya.

Hasilnya Belum dapat diprediksi, apakah ke depan Amerika akan mencabut klaimnya dan Israel mundur dengan keputusannya.

Namun tanpa bermaksud pesimis, belajar dari pengalaman sebelumnya, kelihatannya Amerika dan Israel tak akan bergeming, karena mereka sangat surfive dan sangat siap dengan segala resiko dan konsekuensinya. 

Sementara Palestina dan umat Islam sangat lemah karena terpecah, doyan perang saudara, sibuk berfoya-foya, cenderung hedonis dan konsumeris.

Selain itu, senjata yang dianggap ampuh oleh umat Islam seperti ‘boikot minyak’, saat ini sudah tidak mungkin dilakukan. 

Mayoritas industri minyak dari hulu sampai ke hilir dikuasai oleh Amerika dan sekutu Israel lainnya.  

Mereka digdaya karena memiliki teknologi dan SDM luar biasa di bidang ini. Di sisi lain, umat Islam kendatipun kaya SDA, tapi miskin SDM, dan akhirnya suka atau tidak suka tergantung (dependen) dengan pihak asing.

Satu-satunya yang mungkin dan strategis selain diplomasi adalah yang dinyatakan di atas, yaitu ‘boikot’ produk-produk Amerika dan Israel serta sekutunya. 

Tetapi setelah mengamati kasus-kasus sebelumnya, kelihatannya seruan ini juga tidak berdampak signifikan. Hampir 80% aspek kebutuhan kehidupan umat Islam dikuasai oleh para ‘penjajah’ itu. Menghindarinya juga berarti kematian umat Islam sendiri.

Dengan demikian, saatnya umat Islam berpikir strategis dan jangka panjang jika ingin diposisikan sebagai umat yang bermartabat dan dihargai. 

Perlu upaya berbenah di semua sektor, baik ekonomi, budaya, politik dan lain-lain. Jika tidak, maka nasib umat Islam hanya akan seperti buih di lautan dan menjadi santapan bagi para pemangsanya.

Jika kita mau belajar dari Alquran dan sejarah Nabi Muhammad Saw, maka akan ditemukan bahwa dalam strategi perjuangannya mengembangkan ajaran Islam, beliau menekankan kesejajaran antara perjuangan dalam bidang akidah dengan ekonomi, politik, pendidikan dan budaya. Semuanya menyatu dalam ideologi dan visi Nabi. 

Bahkan, sebelum diangkat menjadi Rasul, Ia telah mapan dalam bidang ekonomi dan masuk dalam lingkar orang terkaya Mekah. Dengan modal itu, maka visi dakwahnya berjalan dengan baik. Boikot Kuffar quraisy pun bisa dilewati dan dilalui dengan sukses.

Alquran juga telah menjelaskan, bahwa berjihad dengan harta dan diri itu merupakan kewajiban umat Islam, apalagi dalam kondisi dijajah. 

Seorang Muslim tidak dibenarkan berpangku tangan jika saudaranya tersakiti dan terzalimi. Semua harus dikorbankan termasuk harta dan diri.

Namun kendatipun para mufassir menyatakan bahwa jihad dengan diri lebih utama dari jihad dengan harta, namun kelihatannya ayat itu juga menyiratkan pesan lain, apalagi dikaitkan dengan konteks kekinian dan masa depan. 

Allah seolah ingin mengingatkan umat Islam bahwa perang masa kini dan masa depan itu didominasi perang ekonomi dibanding perang pisik. 

Umat Islam harus berbenah dalam bidang ini. Kekalahan dalam bidang ekonomi berakibat kekalahan beruntun, bukan hanya pada kehancuran diri tetapi juga kehancuran akidah.

Barangkali inilah alasannya, kenapa saat hijrah ke Madinah Nabi dan para sahabatnya sangat getol menciptakan kemandirian dalam bidang ekonomi. 

Para sahabat konglomerat seperti Usman bin Affan, Umar bin Khattab dan Abddurrahman bin Auf memainkan perannya dan berupaya menggeser dominasi ekonomi Yahudi yang dikembangkan bebas nilai dan mencekik masyarakat Madinah. 

Ekonomi Islam yang berbasis nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih sayang dan bertanggungjawab diperkenalkan dan berhasil memukau masyarakat. Nabi dan umat Islam akhirnya mengendalikan ekonomi dan Muhammad diangkat menjadi kepala negara.

Jadi, perlawanan Nabi bukan perlawanan nekat-nekatan dan hanya emosional yang tanpa analisa mendalam dan strategis, tetapi perlawanan cerdas, strategis, berani, dan perhitungan yang matang. 

Itulah sebabnya, hampir semua peperangan dimenangkan Nabi. Kekalahannya dalam perang Uhud murni kesalahan pasukannya yang tidak konsisten pada strategi yang disepakati. 

Dalam setiap perang nya menyatu antara upaya yang sungguh-sungguh dengan bantuan Allah. Ia dan pasukan kaum Muslim memantaskan diri untuk dibantu Allah. 

Strateginya sesuai prasyarat pemenang dan terhubung dengan qudrat - iradat Allah. Akhirnya tiada kekuatan yang dapat mengalahkannya.

Mengaca pada Alquran dan sejarah Nabi, maka umat Islam seharusnya belajar bagaimana merespon persoalan-persoalan yang sedang dihadapi dan akan dihadapi ke depan. 

Dalam kasus Palestina, kekalahan-kekalahan beruntun umat Islam sejak tahun 1947 seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran. Kita harus menganalisis persoalannya secara mendasar dan merumuskan langkah-langkah strategis dan jangka panjang.

Menghadapi Israel dan sekutunya dengan hanya demo dan penggalangan dana ternyata kurang epektif. 

Demikian juga slogan dan tindakan boikot produk. Alih-alih membangkrutkan para penjajah, bisa jadi memperparah dan makin membuat umat Islam terpuruk. 

Energi terkuras, bahkan jika dihitung, barangkalai lebih banyak dana yang dihabiskan para pendemo untuk operasional, ketimbang donasi yang dikumpulkan dan disumbangkan ke Palestina.

Sebetulnya kita semua sudah tau bahwa masalah umat Islam, selain tidak bersatu, yang paling tragis adalah terpuruk dalam kemiskinan. Simpul-simpul ekonomi kita dikuasai asing yang jika dirunut, maka dibelakangnya adalah Zionis. Zionis telah menguasai semuanya, sama seperti Madinah dikuasai saat Nabi Muhammad Saw hijrah.

Oleh karena itu, saatnya kekuatan umat Islam, organisasi-organisasi Islam bersatu membangun kekuatan ekonomi umat. Kita awali dari yang sederhana tetapi di semua bidang, baik pendidikan, kesehatan, sandang, pangan dan papan. Kita harus mandiri karena kita memiliki SDA luar biasa yang siap dikembangkan dengan sabar, ulet dan bertanggungjawab.

Mari belajar pada bangsa Cina yang melaju pesat karena mandiri. Demikian juga jepang yang miskin SDA tetapi sangat berpengaruh di dunia. Sementara kita tetap terpuruk dan tidak diperhitungkan. 

Demikian juga negara-negara mayoritas Islam lainnya. Taring-taringnya telah copot, suaranya hanya seperti serigala menggonggong dan kafilah tetap berlalu.

Jika berorganisasi kecil-kecilan saja kita tidak sukses, gimana mau berhadapan dengan negara adidaya? 

Mau main tunggal? Hee....akan hanyut di selat malaka?

Fa’tabiru.....

 

Dr. Salamuddin Lubis, MA

Anggota Komisi Siyasyah Syar'iyyah dan Kerjasama Antar Lembaga